Jumat, 30 Maret 2012

Makalah Invertebrata


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, tersenyum, berpapaasan dengan tuhan.
Ucapan terima kasih, tidak lupa saya sampaikan kepada bapak/ ibu dosen yang telah ikut serta membantu dalam pembuatan makalah ini. Serta tidak lupa juga untuk para sahabat dan rekan – rekan yang kiranya sudah me            mberikan dukungan dan bantuannya dalam pembuatan makalah ini.
Saya menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian  kepada dosen serta sahabat – sahabat sekalian, yang kadangkala hanya  menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran  yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah saya dilain waktu.
Dengan harapan, mudah - mudahan apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, sahabat - sahabat, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini ( Artrophoda) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.


Bandung, 11 November 2011


Rifqi Aziz



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                    

DAFTAR ISI                         `           …………………………………………………………..

BAB I    PENDAHULUAN             …………………………………………………………..

A.    LATAR BELAKANG           …………………………………………………………..
B.     TUJUAN                                …………………………………………………………..
C.     RUMUSAN MASALAH      …………………………………………………………..

BAB II   PEMBAHASAN                …………………………………………………………..

A.    KELAS CRUSTASEA          …………………………………………………………..
B.     KELAS INSECTA                 …………………………………………………………..
C.     KELAS ONYCHOPHORA  …………………………………………………………..
D.    KELAS DIPLOPODA          …………………………………………………………..
E.     KELAS ARACHNOIDEA   …………………………………………………………..

BAB III          PENUTUP                             …………………………………………………………..

A.    KESIMPULAN                      …………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA                     




BAB I
PENDAHULUAN
 A.    LATAR BELAKANG
Filum Arthropoda merupakan filum yang terbesar, lebih dari 765.000 species arthropoda yang berbeda telah diidentifikasi. Jumlah ini lebih besar dari pada jumlah dari seluruh spesies lain yang ada. Setiap tahun masih juga ditemukan spesies arthropoda yang baru, yang hidup di berbagai jenis habitat. Air tawar, air laut. Tanah dan dapat dikatakan hamper seluruh permukaan bumi penuh dengan arthropoda. Hewan-hewan ini hampir merupakan satu - satunya jenis hewan yang ditemukan di antariksa dan di lereng gunung - gunung yang penuh dengan salju dan batu-batuan.
Semua anggota filum ini mempunyai tubuh bersegmen yang terbungkus dalam suatu eksoskeleton bersegmen yang kuat yang terdiri terutama atas kitin. Pada semua arthropoda yang hidup, anggota tubuh berbagai species memperlihatkan fungsi dan struktur yang sangat beraneka ragam. Disamping untuk lokomosi, anggota tubuh itu membantu dalam mendapatkan makanan, dalam penginderaan, dan sebagai senjata menyerang dan mempertahankan diri. Tidak seperti annelida, segmen arthropoda dari depan kebelakang menunjukkan variasi yang besar dalam struktur. Segmen - segmen ini biasanya dibagi dalam tiga daerah utama yaitu kepala, toraks, dan abdomen.
B.     TUJUAN
Adapun tujuan pada makalah ini yaitu untuk mengetahui klasifikasi pada artrhopoda mendeskripsikan.
C.    RUMUSAN MASALAH
·         Apa yang dimaksud dengan Arthropoda?
·         Bagaimana klasifikasi dan morfologi pada arthropoda?

Untuk Download File Ini Langsung Klik Aja

Kamis, 29 Maret 2012

Laporan Cryptogamae


LAPORAN CRYPTOGAMAE
IDENTIFIKASI MIKORIZA
                                               
Oleh :

RIFQI AZIZ

 JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
BANDUNG
2011

A.    TUJUAN

Untuk mengetahui bentuk dan struktur salah satu jenis mikoriza.

B.     DASAR TEORI

Kata mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu myces (cendawan) dan rhiza (akar) Sieverding (1991) dalam Husna et., al (2007). Jadi mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisma antara cendawan dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi (Agus Salim, dkk. 2011).

Asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman yang membentuk jalinan interaksi yang kompleks dikenal dengan mikoriza yang secara harfiah berarti “akar jamur” Atmaja (2001) dalam As – sakaur (2007). (Agus Salim, dkk. 2011).

Mikoriza memerlukan akar tumbuhan untuk melengkapi daur hidupnya. Sebaliknya, beberapa tumbuhan bahkan ada yang tergantung pertumbuhannya dengan mikoriza. Beberapa jenis tumbuhan tidak tumbuh atau terhambat pertumbuhannya tanpa kehadiran mikoriza diakarnya (Agus Salim, dkk. 2011).

Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman, merupakan sub sistem yang cukup kompleks. Salah satunya adalah komponen biotik yaitu jasad makro dan mikro, yang secara bersama dengan komponen abiotik membentuk tempat tumbuh bagi kelangsungan hidup tanaman diatasnya secara berimbang (A. Haris Talanca, dkk. 2006)

Untuk menjamin kestabilan ini, maka pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara seimbang, tanpa harus terjadi perubahan-perubahan besar atau mendadak. Itulah sebabnya perlunya menjaga keberadaan serta fungsi komponen sistem dan individu   dalam komponen tersebut (A. Haris Talanca, dkk. 2006).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah diketahui banyak jasad atau mikroorganisme yang berguna bagi tanaman, bahkan ada yang dapat membantu tanaman dalam hal penyerapan unsur hara dan menjaga kondisi tanah dengan menghasilkan sekresi ekstraselular, vitamin, dan zat tumbuh (A. Haris Talanca, dkk. 2006).

Sebagai contoh mikoriza dan bintil akar merupakan bentuk hubungan yang menguntungkan bagi masing-masing pembentuknya. Menurut Budi et al. (1998) ada tiga bentuk/tipe mikoriza yaitu pertama Ektomikoriza, jenis mikoriza ini ditemui pada tumbuhan Angiospermae dan Gimnospermae. Miselia cendawan ini berkembang dipermukaan rambut akar dengan membentuk selaput miselium dan tidak masuk menembus sel-sel akar. Kedua Endomikoriza,  jenis mikoriza ini dijumpai hampir pada semua jenis tanaman. Cendawan pembentuknya tumbuh di antara sel-sel korteks akar dan membentuk arbuskulus didalam sel. Ketiga Ekstendomikoriza, jenis mikoriza ini hanya terbentuk pada beberapa famili tanaman dan cendawan pembentuknya berkembang diantara, di dalam dan di sekeliling akar tanaman inang (A. Haris Talanca, dkk. 2006).

Alur Pembuatan Mikoriza

Metoda atau cara produksi inokulum mikoriza dan aplikasi secara langsung di lahan atau Produksi pertanianadalah sebagai berikut :

1.      Persiapan Lahan

Diperlukan bedengan berukuran 25 m 2 untuk menghasilkan 4 000 kg inokulum berupa campuran tanah spora dan akar terinfeksi. Sebaiknya dipilih lahan yang kurang subur yang dekat dengan areal penanaman.

2.      Sterilisasi Lahan

Pada lahan di atas disebarkan 50 - 60 g dazomet granular per m2, diaduk merata lalu disiram air untuk melarutkan butiran dazomet dan ditutup plastic. Perlakukan berikutnya adalah pencangkulan selain untuk meratakan hasil, juga untuk menguapkan sisa umigasi. Lima hari kemudian,bedeng tersebut dapat digunakan.

3.      Inokulasi

Pada tiap lubang yang dibuat diberikan starter inokulumdari jenis cendawan mikoriza yang akan dikembang biakkan. Tanaman inang dapat berupa jagung sorgum atau pueraria.  Untuk menjamin terjadinya infeksi pada media pengecambahan dapat diberi inokulum sebagai perlakuan pra inokulasi sebelum ditanam dibedeng perbanyakan.

4.      Multiplikasi

Perawatan tanaman perlu dilakukan selama pertumbuhan tanaman di lahan atau bedeng pembiakan pembiakan. Setelah tanaman inang keluar bunga (jantan atau betina) sebaiknya digunting agar tanaman dapat merangsang terbentuknya spora cendawan mikoriza dilahan tersebut.

5.      Panen Inokulum

Setelah tanaman mongering, tanah bedeng tersebut sudah dapat digunakan sebagai inokulum pengambilan tanah sebagai inokulum dilakukan hingga kedalaman sebatas lapisan olah yang telah dilakukan sebelumnya (20 - 30 cm).

6.      Pemakaian hasil

Hasil panen dapat langsung diaplikasikan pada tanaman ubi kayu dengan dosis 200 g pertanaman Stek ubi kayu ditanamkan pada lubang tersebut tepat diatas permukaan inokulum yang diberikan 5. Panen Inokulum Setelah tanaman inang mengering

C.    ALAT DAN BAHAN

ALAT
BAHAN
Mikroskop Bedah
Mikoriza
Gelas Objek
Aquadest
Kaca Penutup
Kacang Merah
Pipet Tetes

Cawan Petri


D.    PROSEDUR KERJA

Mikoriza
Campurkan Mikoriza dengan Aquadest
Homogenisasi
Teteskan sampel mikoriza tersebut pada gelas objek
Homogenisasi
Tutup dengan kaca penutup
Homogenisasi
Identifikasi bentuk spora mikoriza tersebut dibawah mikroskop
Gambar dan sebutkan jenis mikoriza
 
E.     HASIL

MIKORIZA 25 %
MIKORIZA 20 %

MIKORIZA 10 %
MIKORIZA 5 %
MIKORIZA 0 %
 
F.     PEMBAHASAN

Tingkat Infeksi oleh Fungi Mikoriza

Makin banyak akar yang terinfeksi diperkirakan akan makin besar pula tingkat penyerapan hara pada tanah – tanah yang miskin hara. Biasanya tanaman yang tumbuh pada tanah – tanah yang kurang subur memiliki nisbah akar/ tajuk lebih besar disbanding tanaman yang tumbuh pada tanah subur. Hal itu karena akar bisa cenderung tumbuh memanjang dan melebar untuk mencapai sumber air dan hara.
Dari pengamatan mikroskopik diketahui bahwa dalam akar kacang tanah yang terinfeksi fungi mikoriza VA terbentuk struktur arbuskula (cabang – cabang hifa) yang tersebar didalam dan diantara sel – sel korteks akar serta vesikula (struktur berbentuk bola) yang ditemukan didalam sel korteks, berbeda dengan sel fungi endomikoriza hidup secara simbiotik dengan menginfeksi akar tanaman dan dapat melakukan penetrasi menembus dinding sel – sel korteks akar. Struktur berbentuk bola (vesikula) berkembang ketika hifa berbeda dalam sel – sel korteks, sedang hifanya sendiri dapat ditemukan baik didalam sel korteks maupun didalam lamella tengah.

Interaksi antar makhluk hidup merupakan hal lazim. Demikian pula dalam dunia tumbuhan. Dalam proses tumbuh dan berkembang, tumbuhan berinteraksi dengan lingkungan biotik maupun abiotik. Salah satu contoh interaksi tumbuhan yang bersifat biotik adalah dengan jamur. Hubungan tersebut bisa berupa hubungan yang saling merugikan (parasitisme) karena menyebabkan pohon/ tanaman menjadi sakit, atau hubungan yang saling menguntungkan (mutualisme), misalnya mikoriza.

Mikoriza dapat dikemas dalam berbagai bentuk produk. Kemasan teknologi yang paling sederhana dan praktis untuk jenis cendawan ektomikoriza yang sporanya berlimpah adalah bentuk tablet spora. Selain itu ada kemasan lain yang cukup praktis di mana organ cendawan spora, hifa dan propagul lain dapat dikapsulkan dan dicampur dengan bahan dasar olahan rumput laut (alginat). Sedangkan untuk jenis cendawan endomikoriza adalah dengan cara memperbanyaknya pada inang tanaman semusim selama 3 bulan dan selanjutnya spora yang telah terbentuk pada sistem perakaran dapat dipanen dan dikemas dengan pembawa dari pasir atau batuan zeolite (Erdy Santoso, dkk. 2006).
Untuk memacu pertumbuhan pohon di persemaian dan lapangan, diperlukan pemahaman kondisi biologi di sekitar sistem perakaran beserta interaksi biogeokimia dalam proses penyerapan unsur hara oleh tanaman. Cendawan mikoriza merupakan mikroba penting dalam ekosistem hutan. Bagian tubuh cendawan mikoriza yang cocok dengan inang dapat dimanfaatkan dalam bentuk produk inokulum. Cendawan mikoriza merupakan salah satu alternatif teknologi rehabilitasi hutan dan lahan yang dapat diterapkan di Indonesia. Aplikasi cendawan mikoriza dimungkinkan dengan cara memanfaatkan cendawan mikoriza lokal yang cocok dengan inang (pohon) yang akan diintroduksi dalam skala besar. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode kekurangan air berlalu. 

Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat memanen air relatif lebih banyak. Sebagai contoh Pinus merkusii yang banyak ditanam di Indonesia sejak awal merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang pertumbuhannya sangat memerlukan mikoriza, maka untuk meningkatkan keberhasilan penanaman P. merkusii di lapangan, dibutuhkan bibit dengan mikoriza pada perakarannya. Begitu juga penanaman jenis-jenis Dipterocarpaceae (terutama jenis-jenis meranti di Jawa Barat) memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap cendawan ektomikoriza, dengan demikian aplikasi ektomikoriza lokal perlu dikembangkan dalam skala besar. Dengan demikian untuk meningkatkan keberhasilan program RHL, maka bibit tanaman hutan harus dibekali mikoriza pada sistem perakarannya agar tanaman hutan memiliki daya hidup yang lebih di lapangan. Beberapa tahapan penting dalam proses pemanfaatan mikoriza berupa teknik sterilisasi dan teknik inokulasi pada tahap persemaian.

DIAGRAM HASIL DARI 0 % - 25 % (Selama 2 Mingggu)

G.    KESIMPULAN

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa tidak saling tindak antara pengaruh inokulasi dengan mikroba dan pengaruh pemberian terhadap tingkat infeksi fungi serta terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.

Dalam proses pertumbuhan Mikoriza terhadap kacang merah selama kurun waktu 2 minggu, proses pertumbuhannya tidak terlalu cepat untuk minggu pertama, dan untuk hari selanjutnya pertumbuhan mulai bertambah cepat, karena kondisi seperti panas dan masuknya air kedalam tanah sangat mempengaruhi. Karena hal tersebut menunjukkan pengaruh mikoriza berdampak positif terhadap pertumbuhan dimana mikoriza dapat berfungsi dalam penyerapan hara pada tanah. Tanaman tumbuh pada tanah – tanah yang kurang subur memiliki nisbah akar/ tajuk lebih besar disbanding tanaman yang tumbuh pada tanah subur. Hal itu karena akar bisa cenderung tumbuh memanjang dan melebar untuk mencapai sumber air dan hara.














Kamis, 22 Maret 2012

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan



PEMETAAN SEDERHANA


KELOMPOK 4
RIFQI AZIZ

                                                                                                         
Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Sunan Gunung Djati Bandung

                    
         


ABSTRAK

Peta adalah merupakan gambaran permukaan Bumi yang di perkecil. seperti kenampakan yang dilihat dari atas, disertai dengan simbol yang mewakili kenampakan di permukaan Bumi & tulisan-tulisan sebagai tanda pengenal. Kenampakan di permukaan Bumi yang bulat, pada sebuah peta digambarkan dengan bidang datar sehingga diperlukan proyeksi. Pembuatan peta dapat dilakukan dengan pengukuran. Pemetaan sederhana dilakukan dengan berbagai metode diantaranya, metode memencar, metode interseksi, metode beranting dan metode meloncat. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan pemetaan sederhana. Tempat yang digunakan untuk praktikm kali ini adalah di lapangan sepak bola.

Kata Kunci : Peta, Pemetaan Sederhana, Memencar

 PENDAHULUAN
Di alam jarang sekali ditemukan kehidupan yang secara individu terisolasi, biasanya suatu kehidupan lebih suka mengelompok atau membentuk koloni. Kumpulan berbagai jenis organisme disebut komunitas biotik yang terdiri atas komunitas tumbuhan (vegetasi), komunitas hewan dan komunitas jasad renik. Ketiga macam komunitas itu berhubungan erat dan saling bergantung. Ilmu untuk menelaah komunitas (masyarakat) ini disebut sinekologi. Di dalam komunitas percampuran jenis-jenis tidak demikian saja terjadi, melainkan setiap spesies menempati ruang tertentu sebagai kelompok yang saling mengatur di antara mereka. Kelompok ini disebut populasi sehingga populasi merupakan kumpulan individu - individu dari satu macam spesies. (Heddy, 1994)
Karena ada hubungan yang khas antara lingkungan dan organisme, maka komunitas di suatu lingkungan bersifat spesifik. Dengan demikian pola vegetasi di permukaan bumi menunjukkan pola diskontinyu. Seringkali suatu komunitas bergabung atau tumpang tindih dengan komunitas lain. Karena tanggapan setiap spesies terhadap kondisi fisik, kimia maupun biotik di suatu habitat berlainan maka perubahan di suatu habitat cenderung mengakibatkan perubahan komposisi komunitas. Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis yang dapat menentukan bagaimana penyebaran suatu jenis vegetasi agar dapat dipelajari dengan mudah (Sugianto, 1994).
Dalam mempelajari suatu komunitas tumbuhan sering diperlukan suatu gambaran dari suatu wilayah dimana pengamatan itu dilakukan, untuk tujuan tersebut diperlukan keterampilan dalam membuat peta.
Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran permukaan bumi (terminologi geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun raster (Anonim, 2010).
Berikut Prinsip Pemetaan dengan pengukuran secara sederhana seperti : kerja Lapangan, unsur yang Perlu di ukur dalam pembuatan peta sederhana adalah Pengukuran Jarak, Pengukuran Sudut Arah, Pengelolaan Data dan Penyajian Data. Selain dengan pengukuran, peta dapat di buat dengan menggunakan yang sudah ada. Berikut ini langkah Umum dalam membuat peta dari peta yang sudah ada ialah: menentukan daerah yang akan di petakan, memilih peta dasar yang tepat, membuat peta dasar baru, yaitu peta yang belum di beri simbol, mencari dan mengklasifikasikan data sesuai kebutuhan, membuat simbol-simbol yang mewakili data, menempatkan simbol pada peta dasar, melengkapi peta dengan komponen yang lain (Hartana, 2009).
Keterampilan dalam pemetaan ini sangat mambantu dalam mempelajari penyebaran vegetasi atau jenis tumbuhan tertentu di suatu area atau wilayah. Berbagai metode dalam pemetaan telah banyak dikembangkan, dan khusus untuk praktikum ini akan dipelajari metode-metode yang sangat sederhana.
Tujuan Praktikum yaitu untuk membantu peneliti atau praktikan menggambarkan daerah lokasi penelitian secara sederhana dan memetakan vegetasi yang penting bagi penelitian tersebut.

METODE
Praktikum ini dilakukan pada hari rabu, 15 Februari 2012. Bertempat lapangan Cileunyi, lahan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Bahan dan Alat 
Alat yang digunakan yaitu, kompas, meteran, tali, busur derajat, kertas grafik dan alat tulis.

Tahapan Praktikum
Pengamatan diawali dengan ditentukan titik konstan P dan Q didalam areal yang akan di petakan, kemudian ditentukan titik-titik batas luar areal terutama pada belokan atau tikungan, kemudian di ukur jarak dan azimut dari titik P dan Q ke titik- titik batas luar areal tersebut. Dan berdasarkan jarak dan azimut tersebut buat peta pada kertas grafik dengan menggunakan skala tertentu.
 
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemetaan ini digunakan untuk mengetahui letak suatu jenis tumbuhan dan pola penyebarannya dalam suatu wilayah (komunitas). Untuk melakukan analisis vegetasi ada beberapa metode yang digunakan, selain ada metode yang digunakan untuk menganalisis kualitatif dari vegetasi dan ada pula anilisis kuantitatif terhadap vegetasi. Analisis kualitatif meliputi jumlah, kerapatan, luas penutupan dan lain sebagainya. Sedangkan analisisis yang bersifat kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui penyebaran jenis tumbuhan tertentu di dalam suatu komunitas. Untuk melakukan analisis kualitatif ini dapat digunakan cara pemetaan, yaitu pemetaan dengan mengukur jarak dan arah dan pemetaan dengan menggunakan 2 titik konstan.
Pemetaan dilakukan untuk menentukan letak suatu jenis tumbuhan di suatu area dan mempelajari pola penyebaran vegetasi atau tumbuhan di wilayah tersebut misalnya hutan tropis. Ada 3 macam pola penyebaran vegetasi dalam komunitas yaitu :
1.Pola penyebaran secara acak (random distribution) yaitu pola penyebaran dimana individu-individu menyebar pada beberapa tempat dan mengelompok pada tempat tertentu. Pada tumbuhan pola penyebaran acak ini dapat terjadi karena penghamburan benih oleh angin.
2.Pola penyebaran Seragam (uniform distribution) yaitu pola penyebaran dimana individu-individu terdapat pada tempat tempat tertentu dalam komunitasnya dengan jarak yang relatif sama. Penyebaran seperti ini dapat terjadi karena adanya persaingan yang keras antar individu (jenis tumbuhan) untuk memperoleh komponen pemenuh kebutuhan tumbuhan seperti cahaya, nutrisi, air dan sebagainya, serta adanya antagonisme positif yang mendorong pembagian ruang yang sama.
3.Pola penyebaran kelompok (clumped dispertion) yaitu pola penyebaran dimana individu-individu selalu ada dalam kelompok-kelompok dan sangat jarang terlihat terpisah atau sendiri. Pengelompokan ini terjadi karena pola reproduksi vegetatif, susunan benih lokal dan fenimena lain dimana benihbanih cenderung tersusun mengelompok.
Metode pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah dilakukan dengan menentukan titik awal pada daerah yang akan dibuat petanya, sehingga susunan titik-titik tersebut menggambarkan bentuk penyebaran tumbuhan di daerah tersebut. Tiap titik merupakan letak dari suatu jenis tumbuhan, kemudian diukur jarak dari satu titik ke tititk yang berikutnya yang berdekatan hingga bertemu kembali ke titik awal.
Selain dilakukan pengukuran jarak juga dilakukan penentuan kedudukan atau arah antar titik-titik tersebut, sehingga kita dapat menentukan tumbuhan mana saja yang merupakan sampel dari analisis yang akan dilakukan yang biasanya berada di suatu hutan yang luas dan pengamatan dilakukan secara berkala. Dengan titik-titik tersebut kita dapat menemukan tumbuhan sama yang mana yang merupakan sampel analisis.
Dari hasil pengukuran pada saat pengamatan, diperoleh data seperti pada data pengamatan yang berupa peta titik-titik dengan kedudukan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatan dari kelima titik yang diambil jarak masing- masing tumbuhan berbeda-beda, yaitu :
1.Titik P ke titik Q jaraknya 9,4 m dengan arah dari titik P ke titik Q sebesar 100° sedangkan dari titik B ke titik A arahnya sebesar 280°.
2.Arah pada titik Q ke titik A jaraknya 8,1 m dengan arah dari titik P ke titik C sebesar 118° sedangkan dari titik C ke titik Q sebesar 112°.
3.Arah pada titik P ke titik D jaraknya 25,08 m dengan arah dari titik P ke titik D sebesar 140° sedangkan dari titik Q ke titik D sebesar 149°
4.Arah pada titik P ke titik A jaraknya 7,6 m dengan arah dari titik P ke titik A sebesar 45° sedangkan dari titik Q ke titik A sebesar 345°.
Ini menunjukkan bahwa penyebaran jenis tumbuhan pada komunitas tersebut adalah tersebar secara acak (random distribution) karena jarak antar tumbuhan satu dengan yang lainnya adalah berbeda-beda dengan kedudukan yang saling berjauhan secara acak. Penyebaran secara acak ini dapat terjadi karena pola penyebaran benih tumbuhan yang mungkin dibantu oleh angin. Tetapi sebenarnya untuk menentukan pola penyebaran suatu jenis tumbuhan diperlukan luasan area sampel yang lebih luas misalnya hutan, karena dengan luas sampel yang kita gunakan tidak dapat kita simpulkan pola penyebaran yang sebenarnya. 
Metode pemetaan yang kedua yaitu dengan menggunakan dua titik konstan. Ini dilakukan dengan menentukan dua titik tertentu dimana dari kedua titik tersebut dapat terlihat seluruh daerah yang hendak dipetakan, selanjutnya dari kedua titik tersebut diambil titik-titik yang merupakan letak dari masing-masing tumbuhan yang ada pada wilayah tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran jarak dan arah masing-masing titik terhadap titik konstan.

Table Hasil Pengamatan Pengukuran Pemetaan Sederhana :

Titik Batas Luar Areal
Kedudukan Terhadap Titik Konstan
P
Q
Azimut
Jarak (m)
Azimut
Jarak (m)
A
450
7,6
3450
8,1
B
970
10,7
200
6,8
C
1180
33,1
1120
23,8,
D
1400
25,08
1490
17,3
E
1800
30,26
2060
29
F
2210
16,09
2540
23
G
3220
10,4
3000
20,8

Ket : P – Q = 1000                       P – Q dari arah utara dengan jarak 9,4 m
         Q – P = 2800

Dari Hasil diatas dapat diketahui bahwa perbandingan jarak dan azimuth ada yang tidak ditemukannya titik potong, pada titik b, c dan d. karena perbedaan dari titik tersebut sangat jauh titik potong sehingga antara titik P dan Q tidak bersatu. Untuk skala yang digunakan menggunakan skla 1 : 200.
Dari data hasil pengamatan tentang pemetaan berdasarkan dua titik konstan, dimana dua titik konstan tersebut (P - Q) berjarak 9 meter diperoleh tiga arah tembak, yaitu arah 1, dan arah 2. Masing-masing arah memiliki jarak berbeda - beda terhadap dua titik konstan.
Jarak arah 1 terhadap titik A sebesar 7,6 meter, terhadap titik B sebesar 10,7 meter. Jarak arah 2 terhadap titik A sebesar 8,1 meter, terhadap titik B sebesar 6,8 meter. Arah 1 terhadap titik A sebesar 450°. Arah 2 terhadap titik A sebesar 345°. Arah 1 terhadap titik B sebesar 97°. Arah  2 terhadap titik B sebesar 20°, dab seterusnya.
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa penyebaran tumbuhan adalah memencar karena jarak antar tumbuhan relative tidak sama. Dengan metode pemetaan dua titik konstan ini kita lebih mudah untuk melihat posisi dan pola penyebaran sampel-sampel tumbuhan dari arah tepi atau horisontal area. Dari data kedua cara pemetaan dapat diketahui bahwa penyebaran vegetasi pada lahan praktikum terjadi secara acak.
Penyebaran secara seragam ditunjukkan oleh jarak yang relative sama dari satu arah terhadap arah yang lain. Karena terjadi pembagian ruang yang sama akibat adanya suatu persaingan. Penyebaran vegetasi pada daerah tersebut (lahan praktikum) juga tidak dikatakan penyebaran kelompok karena jenis penyebarannya hanya terjadi akibat reproduksi vegetative dan individunya selalu ditemukan secara berkelompok, sedangkan pada hasil pengamatan vegetasi jenis tumbuhan ditemukan sendiri - sendiri secara terpisah.
Didalam praktikum ini banyak kendala - kendala yang ditemukan dalam melakukan percobaan, diantaranya : tidak kepastian dalam membidik titik yang akan ditembak, tempatnya yang sangat luas, dalam pemakaian kompas masih belum mengerti. Sehingga data yang di dapat sangat tidak akurat. Dalam hal ini perlu hati - hati dalam memakai suatu alat yang digunakan untuk melakukan percobaan sesuai dengan metode kerja yang tepat.
Tumbuhan yang ditemukan seperti, putri malu, rumput, pohon bambu. Tumbuhan tersebut banyak mendominasi ditempat tersebut. Banyak rumput yang membuat agak sulit dalam menentukan titik yang akan dijadikan patokan untuk membidik.

KESIMPULAN
Pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah dilakukan dengan menentukan titik awal pada daerah yang akan dibuat petanya, sehingga susunan titik-titik tersebut menggambarkan bentuk penyebaran tumbuhan di daerah tersebut. Tiap titik merupakan letak dari suatu jenis tumbuhan, kemudian diukur jarak dari satu titik ke tititk yang berikutnya yang berdekatan hingga bertemu kembali ke titik awal.
Metode pemetaan berdasarkan dua titik konstan dilakukan dengan menentukan dua titik tertentu dimana dari kedua titik tersebut dapat terlihat seluruh daerah yang hendak dipetakan, selanjutnya dari kedua titik tersebut diambil titik-titik yang merupakan letak dari masing-masing pada arah tembak tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran jarak dan arah masing-masing titik terhadap titik konstan.
Dari beberapa hasil arah tembak yang didapatkan, ada beberapa tidak menemukan titik temunya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2010. Survei, Pemetaan dan Sistem Informasi Geografis. Dalam awiryawan@ditjenphka.go.id. (diakses, 30 November 2010).
Heddy, Suasono dan Metikurniati, 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Malang : Raja Grafindo Persada.
Isdi Hartana Hadi. 2009. Peta. http://hadi.blogspot.com. [diakses tanggal 15 Februari 2012].
Sugianto, A. 1994. Ekologi Kwantitatif, Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Surabaya: Usaha Nasional